PERATURAN
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
: 163/PMK.03/2012
TENTANG
BATASAN
DAN TATA CARA PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
ATAS
KEGIATAN MEMBANGUN SENDIRI
DENGAN
RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI
KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa dalam rangka
meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembayaran Pajak Pertambahan Nilai
atas kegiatan membangun sendiri, perlu mengatur kembali batasan dan tata cara
pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri sebagaimana
diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2010 tentang
Batasan dan Tata Cara Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan
Membangun Sendiri;
b. bahwa untuk lebih menjamin
rasa keadilan dalam pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, berdasarkan ketentuan
Pasal 8A ayat (2) Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa
dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor
42 Tahun 2009 Menteri
Keuangan diberikan kewenangan untuk mengatur nilai lain sebagai Dasar Pengenaan
Pajak;
c. bahwa berdasarkan
pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, dan huruf b, serta untuk
melaksanakan ketentuan Pasal 16C Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa
dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 42 Tahun 2009,
perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Batasan dan Tata Cara
Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri;
Mengingat :
1. Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262)
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
2. Undang-Undang Nomor
8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264)
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun
2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
150, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5069);
MEMUTUSKAN
:
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN
TENTANG BATASAN DAN TATA CARA
PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN
NILAI ATAS KEGIATAN MEMBANGUN
SENDIRI.
Pasal
1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan
:
1. Dasar Pengenaan Pajak adalah
jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau nilai lain yang
dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang.
2. Surat Setoran Pajak adalah
bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan
formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat
pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
3. Nomor Pokok Wajib Pajak yang
selanjutnya disebut dengan NPWP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak
sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda
pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban
perpajakannya.
Pasal
2
(1) Atas kegiatan membangun
sendiri terutang Pajak Pertambahan Nilai.
(2) Pajak Pertambahan Nilai
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terutang bagi orang pribadi atau badan yang
melakukan kegiatan membangun sendiri.
(3) Kegiatan membangun sendiri
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kegiatan membangun bangunan yang
dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau
badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain.
(4) Bangunan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) berupa satu atau lebih konstruksi teknik yang ditanam
atau dilekatkan secara tetap pada satu kesatuan tanah dan/atau perairan dengan
kriteria:
a. konstruksi utamanya terdiri
dari kayu, beton, pasangan batu bata atau bahan sejenis, dan/atau baja;
b. diperuntukkan bagi tempat
tinggal atau tempat kegiatan usaha; dan
c. luas keseluruhan paling
sedikit 200m2 (dua ratus meter persegi).
Pasal
3
(1) Pajak Pertambahan Nilai
terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dihitung dengan cara mengalikan
tarif 10% (sepuluh persen) dengan Dasar Pengenaan Pajak.
(2) Dasar Pengenaan Pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah 20% (dua puluh persen) dari jumlah
biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan, tidak
termasuk harga perolehan tanah.
Pasal
4
(1) Saat terutangnya Pajak
Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri dimulai pada saat dibangunnya
bangunan sampai dengan bangunan selesai.
(2) Kegiatan membangun sendiri
yang dilakukan secara bertahap dianggap merupakan satu kesatuan kegiatan
sepanjang tenggang waktu antara tahapan-tahapan tersebut tidak lebih dari 2
(dua) tahun.
(3) Tempat Pajak Pertambahan
Nilai terutang atas kegiatan membangun sendiri adalah di tempat bangunan
tersebut didirikan.
Pasal
5
Pembayaran Pajak Pertambahan
Nilai terutang atas kegiatan membangun sendiri dilakukan setiap bulan sebesar
10% (sepuluh persen) dikalikan dengan 20% (dua puluh persen) dikalikan dengan
jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan pada setiap bulannya.
Pasal
6
(1) Dalam hal orang pribadi atau
badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri tidak atau kurang menyetorkan
Pajak Pertambahan Nilai terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ke kas
negara, Direktorat Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar berdasarkan hasil pemeriksaan atau verifikasi.
(2) Dalam hal berdasarkan hasil
pemeriksaan atau verifikasi, orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan
membangun sendiri :
a. tidak memberikan data atau
bukti pendukung biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun
bangunan; atau
b. memberikan data atau bukti
pendukung biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun
bangunan, namun tidak benar atau tidak lengkap,
jumlah biaya yang dikeluarkan
dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (2) ditetapkan secara jabatan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Pasal
7
(1) Pajak Pertambahan Nilai
terutang atas kegiatan membangun sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
wajib disetor ke kas negara melalui kantor pos atau bank persepsi paling lama
tanggal 15 bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak.
(2) Penyetoran Pajak Pertambahan
Nilai terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan
Surat Setoran Pajak yang harus diisi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang perpajakan.
(3) Dalam hal tempat bangunan
didirikan berada di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama tempat orang
pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri terdaftar, kolom
NPWP yang tercantum pada Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diisi dengan NPWP orang pribadi atau badan tersebut.
(4) Dalam hal tempat bangunan
didirikan berada di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang berbeda
dengan Kantor Pelayanan Pajak tempat orang pribadi atau badan yang melakukan
kegiatan membangun sendiri terdaftar, Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diisi dengan ketentuan sebagai berikut : a. kolom NPWP diisi
dengan :
1. angka 0 (nol) pada 9
(sembilan) digit pertama;
2. angka kode Kantor Pelayanan
Pajak Pratama yang wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan tersebut didirikan
pada 3 (tiga) digit berikutnya; dan
3. angka 0 (nol) pada 3 (tiga)
digit terakhir.
b. pada kotak "Wajib
Pajak/Penyetor" diisi nama dan NPWP orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun
sendiri.
(5) Dalam hal orang pribadi yang
melakukan kegiatan membangun sendiri belum memiliki NPWP, Surat Setoran Pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diisi dengan ketentuan sebagai berikut :
a. kolom NPWP diisi dengan :
1. angka 0 (nol) pada 9
(sembilan) digit pertama;
2. angka kode Kantor Pelayanan
Pajak Pratama yang wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan tersebut didirikan
pada 3 (tiga) digit berikutnya; dan
3. angka 0 (nol) pada 3 (tiga)
digit terakhir.
c. pada kotak "Wajib
Pajak/Penyetor" diisi nama dan alamat orang pribadi atau badan yang
melakukan kegiatan membangun sendiri.
Pasal
8
(1) Orang pribadi atau badan
yang melakukan kegiatan membangun sendiri wajib melaporkan penyetoran Pajak
Pertambahan Nilai terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) ke
Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan didirikan
dengan mempergunakan lembar ketiga Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (2), paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya
masa pajak.
(2) Dalam hal orang pribadi atau
badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri telah dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak dan tempat bangunan didirikan berada di wilayah kerja
Kantor Pelayanan Pajak Pratama tempat orang pribadi atau badan tersebut
terdaftar, orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri
wajib melaporkan kegiatan membangun sendiri dalam Surat Pemberitahuan Masa
Pajak Pertambahan Nilai dengan melampirkan lembar ketiga Surat Setoran Pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2).
(3) Dalam hal orang pribadi atau
badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri telah dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak dan tempat bangunan didirikan berada di wilayah kerja
Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang berbeda dengan Kantor Pelayanan
Pajak tempat orang pribadi atau badan tersebut terdaftar,
orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri selain wajib
melaporkan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai terutang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) wajib melaporkan kegiatan membangun sendiri dalam Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan melampirkan fotokopi lembar
ketiga Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2).
(4) Dalam hal Pengusaha Kena
Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) terdaftar di Kantor
Pelayanan Pajak Madya, Kantor Pelayanan Pajak di lingkungan Kantor Wilayah
Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar, atau Kantor Pelayanan Pajak di
lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, Pengusaha
Kena Pajak tersebut selain wajib melaporkan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai
terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib melaporkan kegiatan
membangun sendiri dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan
melampirkan fotokopi lembar ketiga Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (2).
Pasal
9
(1) Dalam hal orang pribadi atau
badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri tidak melakukan kewajiban
penyetoran Pajak Pertambahan Nilai terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (1) dan/atau kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat
(1), Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang wilayah kerjanya meliputi
tempat bangunan didirikan atau Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak
terdaftar dapat mengeluarkan surat teguran sesuai contoh format sebagaimana
tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.
(2) Dalam hal orang pribadi atau
badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri telah melakukan penyetoran atau
pelaporan Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri namun
berdasarkan data yang dimiliki dan diperoleh oleh Direktorat Jenderal Pajak
diyakini terdapat indikasi penyetoran atau pelaporan yang tidak wajar, Kepala
Kantor Pelayanan Pajak Pratama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
menerbitkan surat himbauan sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam
Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri
ini.
(3) Apabila dalam jangka waktu
14 (empat belas) hari sejak diterbitkannya surat teguran sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) atau surat himbauan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), orang
pribadi atau badan belum menyetor dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai
terutang atas kegiatan membangun sendiri, Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama
yang wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan didirikan dapat melakukan
verifikasi atau pemeriksaan untuk menetapkan besarnya Pajak Pertambahan Nilai
terutang atas kegiatan membangun sendiri tersebut.
(4) Berdasarkan hasil verifikasi
atau pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala Kantor Pelayanan
Pajak menerbitkan surat ketetapan pajak atas kegiatan membangun sendiri.
(5) Dalam hal orang pribadi atau
badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri belum memiliki NPWP, Kepala
Kantor Pelayanan Pajak Pratama secara jabatan menerbitkan NPWP sesuai ketentuan
perundang-undangan di bidang perpajakan.
(6) Dalam hal orang pribadi atau
badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri telah memiliki NPWP namun
berbeda dengan tempat bangunan didirikan, Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama
secara jabatan menerbitkan NPWP sebagai cabang sesuai ketentuan
perundang-undangan di bidang perpajakan.
Pasal
10
Pajak Masukan yang dibayar
sehubungan dengan kegiatan membangun sendiri tidak dapat dikreditkan.
Pasal
11
Tata cara penetapan secara
jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), diatur dengan Peraturan
Direktur Jenderal Pajak.
Pasal
12
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku :
1. kegiatan membangun sendiri
yang telah dimulai sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini sesuai jangka waktu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dan belum selesai pembangunannya
pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, termasuk kegiatan
membangun sendiri yang dilakukan secara bertahap sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (2), dikenakan Pajak Pertambahan Nilai berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2010 tentang
Batasan dan Tata Cara Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun
Sendiri.
2. Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 39/PMK.03/2010 tentang
Batasan dan Tata Cara Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun
Sendiri, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal
13
Peraturan Menteri ini mulai
berlaku setelah 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 22 Oktober 2012
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK
INDONESIA,
ttd.
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 22 Oktober 2012
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI
MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
AMIR SYAMSUDIN
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 1036