Sabtu, 23 Agustus 2014

Pasal 16D UU PPn 1984 Mengenai Kegiatan Membangun Sendiri


PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 163/PMK.03/2012

TENTANG

BATASAN DAN TATA CARA PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
ATAS KEGIATAN MEMBANGUN SENDIRI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : 
a.       bahwa dalam rangka meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri, perlu mengatur kembali batasan dan tata cara pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2010 tentang Batasan dan Tata Cara Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan
Membangun Sendiri; 
b.      bahwa untuk lebih menjamin rasa keadilan dalam pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, berdasarkan ketentuan Pasal 8A ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Menteri Keuangan diberikan kewenangan untuk mengatur nilai lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak; 
c.       bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16C Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 42 Tahun 2009, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Batasan dan Tata Cara Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri; 

Mengingat : 
1.      Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999); 
2.      Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069); 

MEMUTUSKAN : 

Menetapkan     : 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG BATASAN DAN TATA CARA
PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS KEGIATAN MEMBANGUN
SENDIRI. 

Pasal 1 

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan : 
1.      Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau nilai lain yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang. 
2.      Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. 
3.      Nomor Pokok Wajib Pajak yang selanjutnya disebut dengan NPWP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. 

Pasal 2 

(1)   Atas kegiatan membangun sendiri terutang Pajak Pertambahan Nilai. 
(2)   Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terutang bagi orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri.
(3)   Kegiatan membangun sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kegiatan membangun bangunan yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain.
(4)   Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa satu atau lebih konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada satu kesatuan tanah dan/atau perairan dengan kriteria: 
a.       konstruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata atau bahan sejenis, dan/atau baja; 
b.      diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha; dan 
c.       luas keseluruhan paling sedikit 200m2 (dua ratus meter persegi).

Pasal 3 

(1)    Pajak Pertambahan Nilai terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dihitung dengan cara mengalikan tarif 10% (sepuluh persen) dengan Dasar Pengenaan Pajak.
(2)    Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah 20% (dua puluh persen) dari jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan, tidak termasuk harga perolehan tanah.

Pasal 4 

(1)    Saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri dimulai pada saat dibangunnya bangunan sampai dengan bangunan selesai.
(2)    Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan secara bertahap dianggap merupakan satu kesatuan kegiatan sepanjang tenggang waktu antara tahapan-tahapan tersebut tidak lebih dari 2 (dua) tahun.
(3)    Tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang atas kegiatan membangun sendiri adalah di tempat bangunan tersebut didirikan.

Pasal 5 

Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai terutang atas kegiatan membangun sendiri dilakukan setiap bulan sebesar 10% (sepuluh persen) dikalikan dengan 20% (dua puluh persen) dikalikan dengan jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan pada setiap bulannya. 

Pasal 6 

(1)    Dalam hal orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri tidak atau kurang menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ke kas negara, Direktorat Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar berdasarkan hasil pemeriksaan atau verifikasi. 
(2)    Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan atau verifikasi, orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri : 
a.       tidak memberikan data atau bukti pendukung biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan; atau 
b.      memberikan data atau bukti pendukung biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan, namun tidak benar atau tidak lengkap, 
jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) ditetapkan secara jabatan oleh Direktur Jenderal Pajak.

Pasal 7 

(1)    Pajak Pertambahan Nilai terutang atas kegiatan membangun sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 wajib disetor ke kas negara melalui kantor pos atau bank persepsi paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak. 
(2)    Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak yang harus diisi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. 
(3)    Dalam hal tempat bangunan didirikan berada di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama tempat orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri terdaftar, kolom NPWP yang tercantum pada Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diisi dengan NPWP orang pribadi atau badan tersebut. 
(4)    Dalam hal tempat bangunan didirikan berada di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang berbeda dengan Kantor Pelayanan Pajak tempat orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri terdaftar, Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diisi dengan ketentuan sebagai berikut : a. kolom NPWP diisi dengan :
1.      angka 0 (nol) pada 9 (sembilan) digit pertama; 
2.      angka kode Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan tersebut didirikan pada 3 (tiga) digit berikutnya; dan 
3.      angka 0 (nol) pada 3 (tiga) digit terakhir. 
b.    pada kotak "Wajib Pajak/Penyetor" diisi nama dan NPWP orang pribadi atau badan  yang melakukan kegiatan membangun sendiri. 
(5)    Dalam hal orang pribadi yang melakukan kegiatan membangun sendiri belum memiliki NPWP, Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diisi dengan ketentuan sebagai berikut :
a. kolom NPWP diisi dengan : 
1.      angka 0 (nol) pada 9 (sembilan) digit pertama; 
2.      angka kode Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan tersebut didirikan pada 3 (tiga) digit berikutnya; dan 
3.      angka 0 (nol) pada 3 (tiga) digit terakhir.
c.     pada kotak "Wajib Pajak/Penyetor" diisi nama dan alamat orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri.


Pasal 8 

(1)    Orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri wajib melaporkan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) ke Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan didirikan dengan mempergunakan lembar ketiga Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak. 
(2)    Dalam hal orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan tempat bangunan didirikan berada di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama tempat orang pribadi atau badan tersebut terdaftar, orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri wajib melaporkan kegiatan membangun sendiri dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan melampirkan lembar ketiga Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2). 
(3)    Dalam hal orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan tempat bangunan didirikan berada di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang berbeda dengan Kantor Pelayanan
Pajak tempat orang pribadi atau badan tersebut terdaftar, orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri selain wajib melaporkan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melaporkan kegiatan membangun sendiri dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan melampirkan fotokopi lembar ketiga Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2). 
(4)    Dalam hal Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Madya, Kantor Pelayanan Pajak di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar, atau Kantor Pelayanan Pajak di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, Pengusaha Kena Pajak tersebut selain wajib melaporkan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib melaporkan kegiatan membangun sendiri dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan melampirkan fotokopi lembar ketiga Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2). 
 
Pasal 9 

(1)    Dalam hal orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri tidak melakukan kewajiban penyetoran Pajak Pertambahan Nilai terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dan/atau kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan didirikan atau Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dapat mengeluarkan surat teguran sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini. 
(2)    Dalam hal orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri telah melakukan penyetoran atau pelaporan Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri namun berdasarkan data yang dimiliki dan diperoleh oleh Direktorat Jenderal Pajak diyakini terdapat indikasi penyetoran atau pelaporan yang tidak wajar, Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menerbitkan surat himbauan sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. 
(3)    Apabila dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak diterbitkannya surat teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau surat himbauan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), orang pribadi atau badan belum menyetor dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai terutang atas kegiatan membangun sendiri, Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan didirikan dapat melakukan verifikasi atau pemeriksaan untuk menetapkan besarnya Pajak Pertambahan Nilai terutang atas kegiatan membangun sendiri tersebut. 
(4)    Berdasarkan hasil verifikasi atau pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan surat ketetapan pajak atas kegiatan membangun sendiri. 
(5)    Dalam hal orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri belum memiliki NPWP, Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama secara jabatan menerbitkan NPWP sesuai ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan. 
(6)    Dalam hal orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri telah memiliki NPWP namun berbeda dengan tempat bangunan didirikan, Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama secara jabatan menerbitkan NPWP sebagai cabang sesuai ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan. 

Pasal 10 

Pajak Masukan yang dibayar sehubungan dengan kegiatan membangun sendiri tidak dapat dikreditkan. 

Pasal 11 

Tata cara penetapan secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak. 

Pasal 12 

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku : 
1.      kegiatan membangun sendiri yang telah dimulai sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini sesuai jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dan belum selesai pembangunannya pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, termasuk kegiatan membangun sendiri yang dilakukan secara bertahap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), dikenakan Pajak Pertambahan Nilai berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2010 tentang Batasan dan Tata Cara Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri. 
2.      Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2010 tentang Batasan dan Tata Cara Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. 

Pasal 13 

Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan. 

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. 



Ditetapkan di Jakarta  pada tanggal 22 Oktober 2012 
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, 
 ttd. 

AGUS D.W. MARTOWARDOJO 


Diundangkan di Jakarta  pada tanggal 22 Oktober 2012 
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA  REPUBLIK INDONESIA, 
ttd. 

AMIR SYAMSUDIN 

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 1036

Rabu, 20 Agustus 2014

Tua atau Dewasa



Terkadang kita tak dapat membedakan arti sebuah kedewasaan ataupun bertambahnya umur seseorang. Orang sering mengartikan bahwa seiring dengan bertambahnya usia bertambah pula tingkat kedewasaan mereka. Apakah kenyataanya memang seperti itu? Tentu saja tidak bukan?
Yah, terkadang kita sering melihat seseorang dengan usia yang sudah bisa dikatakan usia dewasa pun bertingkah seperti layaknya anak muda atau bahkan mereka yang memiliki usia belia memiliki sifat seperti orang dewasa.
Apakah sebenarnya yang menyebabkan kedewasaan seseorang? Mungkin beberapa faktornya akan saya jelaskan berdasarkan pengalaman pribadi yang bernah saya lihat. Sedangkan, menurut pendapat pribadi saya, dewasa itu keadaan dimana seseorang mencapai suatu kematangan dalam sebuah pemikiran dan dalam mengambil sebuah tindakan.
Pertama,akan saya bahas mengenai tua tapi tidak dewasa.  Alasan yang mungkin mengapa ada orang dengan usia yang matang namun pemikiranya belum matang adalah lingkungan. Jika seorang dengan umur yang matang tersebut selalu bergaul di kalangan anak muda atau lebih tepatnya ABG mereka akan merasa bahwa dirinya masih layak seperti ABG. Kemudian diawali dari sebuah penampilan mereka pun ingin bergaya layaknya teman-teman di sekelilingnya yang sebenarnya sudah tidak pantas untuk digunakan di usianya, bahkan sifatnya juga terbawa tidak dewasa. Hal tersebut bisa jadi juga karena psikologis, orang yang selalu merasa dirinya tak pernah menua pun akan selalu memiliki tingkah seperti anak-anak. Mereka cenderung engan untuk melepaskan masa kanak-kanaknya. Selanjutnya adalah faktor kesiapan seseorang, seseorang cenderung belum siap untuk menghadapi masalah-masalah ataupun problema kehidupan yang ia jalani. Saat mereka merasa seperti itu akhirnya mereka selalu ingin kembali pada masa dimana dia kanak-kanak, ketika semua problema dapat ia selesaikan dengan menangis atau meminta solusi orang tuanya.
Kedua, akan dibahas mengenai dewasa tapi belum tua. Sebenarnya penyebabnya hampir sama dengan tindakan orang tua tetapi tidak dewasa tetapi yang sedikit berbeda yaitu biasanya kedewasaan bisa terjadi karena keterpaksaan keadaan. Keadaan yang terjadi pada diri seseorang bisa saja membuat pemikiran orang tersebut lebih dewasa dari sebayanya. Sebagai contoh tentang kasus di dusun cilongok, Banyumas. Seorang anak bernama Tasripin berusaha sekuat tenaga bekerja keras untuk menghidupi adik-adiknya. Dia merupakan anak sulung, ketika orang tuanya tidak ada di sisinya dia merasa bahwa dialah anak tertua yang harus bertanggung jawab atas adiknya. Sikap tanggung jawab ini juga di dasari dengan perasaan kasih sayangnya terhadap keluarga yang ia cintai. Jika Tasripin tidak mencintai adik-adiknya, Tasripin takan berusaha sekuat tenaga untuk menghidupi adik-adiknya. Begitu juga kondisi diri turut memotivasi seseorang untuk menjadi dewasa. Sebagai contoh dalam hal menimba ilmu, seorang dengan latar belakang ekonomi yang lemah cenderung lebih giat belajar dan cenderung tidak bermalas-malasan dalam menimba ilmu, mengerjakan tugas/PR, bahkan mereka selalu memiliki cita-cita yang kuat dengan disertai usaha untuk selalu bisa melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi dan lebih tinggi lagi untuk merubah nasib dirinya dan orang-orang yang mereka sayangi disekelilingya. Tapi, mereka yang berasal dari keluarga berada biasanya malah malas belajar, cenderung suka berhura-hura dan tidak terlalu memikirkan menimba ilmu, memang tidak semua, tapi sebagian besar yang saya temui di lingkungan sekitar seperti itu. Motivasi mereka untuk merubah kehidupan menjadi lebih baik kurang. Mereka merasa telah memiliki segala yang mereka inginkan. Padahal seharusnya untuk mereka yang mempunyai kondisi ekonomi bagus pun harus tetap memiliki motivasi sukses seperti orang yang memiliki kondisi ekonomi lemah.
Dari penyebab yang telah saya uraikan dapat dilihat bahwa tua dan dewasa merupakan suatu hal yang berbeda. Namun, kedewasaan dapat dimiliki oleh siapapun bagi mereka yang mempunyai pemikiran yang matang kedepan, baik dalam mengambil keputusan ataupun dalam bertindak.
Bersikaplah dewasa untuk hidup yang lebih baik, yang  lebih indah dan untuk kesuksesan dalam arti luas. Dewasa tak hanya sekadar umur, tapi dewasa adalah bagaimana cara anda bersikap untuk bisa berguna untuk sesama dan peduli terhadap keadaan sekitar.
Jadilah orang dewasa yang dapat memajukan negeri kita tercinta Indonesia ini. amin