Kamis, 24 April 2014

Penagihan Pajak, Siklus Penagihan dan Jurusita Pajak

A.     Pengertian penagihan pajak


Pengertian penagihan pajak menurut pasal 1 angka 9 UU no.19 tahun 1997 tentang PPSP sebagaimana telah diubah dengan UU no. 19 tahun 2000 adalah Serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak  denan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan sura paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyandraan, munjual barang yang telah disita.

A.     Siklus Penagihan


   

C.      Pengertian Pejabat untuk Penagihan Surat Paksa Pusat dan Daerah

Pasal 2 ayat 1 UU PPSP menegaskan yang dimaksud dengan pejabat untuk penagihan pajak pusat  anatara lain kepala KPP dan kepala KPPBB (sekarang hanya ada 1 kantor operasional DJP yang melaksanakan penagihan pajak yaitu KPP. Pejabat ini berwenang untuk mengangkat dan memberhentikan jurusita pajak serta menugaskan jurusita pajak.

Sedangkan menurut UU PPSP pasal 2 ayat 2 Pejabat untuk penagihan pajak daerah ditunjuk oleh kepala daerah. Yang dimaksud pejabat untuk penagihan pajak daerah misalnya Dispenda (dinas pendapatan daerah).

D.     Wewenang Pejabat

Kewenangan pejabat dalam penagihan pajak diatur dalam pasal 2 ayat 3 UU PPSP yaitu:

a.       Mengangkat dan memberhentikan jurusita pajak;

b.      Menerbitkan:

1.      Surat teguran, surat peringatan / surat lain yang sejenis;

2.      Surat perintah penagihan seketika dan sekaligus;

3.      Surat paksa;

4.      Surat perintah melaksanakan penyitaan;

5.      Surat perintah penyandraan;

6.      Surat pencabutan sita;

7.      Pengumuman lelang;

8.      Surat penentuan harga limit;

9.      Pembatalan lelang;

10.  Surat lain yang diperlukan untuk melaksanakan penagihan pajak.

E.      Pengertian Jurusita Pajak

Jurusita pajak menurut UU PPSP nomor 1 angka 6 merupakan ”pelaksana tindakan penagihan pajak yang meliputi pengihan seketika dan sekaligus, pemberitahuan surat paksa, penyitaan dan penyandraan adalah pelaksana tindakan penagihan pajak”.

Kedudukan jurusita adalah jabatan struktural dan bertanggung jawab atas kegiatan penagihan pajak yang ditugaskan kepadanya oleh atasan langsung.

F.      Syarat menjadi Jurusita Pajak

Syarat untuk diangkat menjadi jurusita pajak (pasal 2 KMK no. 562/kmk.04/2000 tg 26 tahun 2000):

a.       Serendah-rendahnya berijazah SMU/ setingkat dengan itu;

b.      Berpangkat serendah-rendahnya pengatur muda/ golongan II/a;

c.       Berbadan sehat;

d.      Lulus pendidikan dan latihan jurusita pajak;

e.       Jujur, bertanggung jawab dan penuh pengabdian.

Jadi syarat menjadi jurusita pajak yaitu:

1.      Kemampuan fisik

Berbadan sehat dan mampu menjalankan pekerjaan lapangan.

2.      Mental

Jujur, bertanggung jawab dan penuh pengabdian agar bisa tetap bersifat profesional.

3.      Profesional

Beijazah serendah-rendahnya SMU atau sederajat, berpangkat serendah-rendahnya pengatur muda/ golongan Iia, dan telah lulus pendidikan dan pelatihan jurusita pajak.

G.     Tugas dan Wewenang Jurusita Pajak

Tugas pokok jurusita pajak yaitu sebagai pelaksana penagihan pajak. Jurusita Pajak adalah pelaksana tindakan penagihan pajak yang bertugas:
1.      melaksanakan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus;
2.      memberitahukan Surat Paksa;
3.      melaksanakan penyitaan atas barang Penangung Pajak berdasarkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan; dan
4.      melaksanakan penyanderaan berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan.
Dalam melaksanakan tugasnya, Jurusita Pajak harus dilengkapi dengan kartu tanda pengenal Jurusita Pajak dan harus diperlihatkan kepada Penanggung Pajak. Jurusita Pajak juga dapat meminta bantuan Kepolisian, Kejaksaan, Departemen yang membidangi hukum dan perundang-undangan, Pemerintah Daerah setempat, Badan Pertanahan Nasional, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Pengadilan Negeri, Bank atau pihak lain.

Sedangkan, wewenang jurusita pajak antara lain memasuki dan memeriksa semua ruangan termasuk membuka lemari, laci, dan tempat lain untuk menemukan objek sita di tempat usaha, di tempat kedudukan, atau di tempat tinggal Penanggung Pajak, atau di tempat lain yang dapat diduga sebagai tempat penyimpanan objek sita.

H.    Sumpah/janji Jurusita Pajak

Sebelum memangku jabatan jurusita pajak,  jurusita pajak diambil sumpah atau janji menurut agama atau kepercayaan seorang pejabat. Sumpah jabatan jurusita pajak berbunyi sebagai berikut:

saya besumpah/berjani dengan  bersungguh-sungguh bahwa saya, untuk memangku jabatan saya ini, langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan nama atau jabatan apapun juga, tidak memberikan atau menjanjikan barang sesuatu kepada siapapun juga.”

“saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan saya ini, tiada sekali-kali menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga suatu janji atau pemberian.”

‘saya bersumpah/ berjanji bahwa saya akan setia kepada dan akan mempertahankan serta mengamalkan pancasila sebagai dasar dan ideologi negara, UUD 1945, dan segala undang-undang serta peraturan lain yang berlaku bagi NRI.”

“saya bersumpah/ berjanji bahwa saya senantiasa akan menjalankan jabatan sayaini dengan jujur, saksama dan dengan tidak membeda-bedakan orang dalam melaksanakan kewajiban saya dan akan berlaku sebaik-baiknya dan seadil-adilnya seperti layaknya bagi seorang jurusita pajak yang berbudi baik dan jujur, menegakan hukum dan pengadilan.”





Sumber :


UU KUP,

UU PPSP,

TD, handayanto, Bahan Ajar KUP

Zuraida, Ida, Modul Penagihan dan Sengketa