Senin, 03 Maret 2014

Kerugian Kurs Mata Uang Asing Dalam Koreksi fiskal

Di dalam undang-undang pajak penghasilan ketentuan yang mengatur mengenai laba/rugi selisih kurs ini terdapat di dalam pasal 4 dan 6. Di dalam pasal 4 ayat (1) yang mengatur mengenai objek pajak disana disebutkan bahwa keuntungan akibat fluktuasi kurs merupakan salah satu objek pajak penghasilan. Dan sebaliknya di dalam pasal 6 UU PPh nomor 7 tahun 1983 sebagaimana beberapa kali diubah terakhir dengan UU 36 tahun 2008 disebutkan bahwa salah satu biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah kerugian dari selisih kurs. Kerugian karena fluktuasi kurs mata uang asing diakui berdasarkan sistem pembukuan yang dianut dan dilakukan secara taat asas sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia.
Sebenarnya pembahasan mengenai laba rugi kurs ini terkait erat dengan pembukuan mata uang asing. Namun agar pembahasannya tidak terlalu melebar maka akan difokuskan terhadap perlakuan pajak atas laba rugi selisih kurs, sedangkan pembukuan mata uang asing akan ditulis secara umum saja.
Siapa yang diperbolehkan menggunakan mata uang asing
Wajib Pajak dapat menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan satuan mata uang selain Rupiah yaitu Bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat.
WP apa saja yang diperbolehkan menggunakan pembukuan mata uang asing:
  1. Wajib Pajak dalam rangka Penanaman Modal Asing yang beroperasi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan Penanaman Modal Asing;
  2. Wajib Pajak dalam rangka Kontrak Karya yang beroperasi berdasarkan kontrak dengan Pemerintah Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan pertambangan selain pertambangan minyak dan gas bumi;
  3. Wajib Pajak Kontraktor Kontrak Kerja Sama yang beroperasi berdasarkan ketentuan peraturanPerundang-undangan pertambangan minyak dan gas bumi;
  4. Bentuk Usaha Tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) Undang-Undang PPh atau sebagaimana diatur dalam Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) terkait;
  5. Wajib Pajak yang mendaftarkan emisi sahamnya baik sebagian maupun seluruhnya di bursa efek luar negeri;
  6. Kontrak Investasi Kolektif (KIK) yang menerbitkan reksadana dalam denominasi satuan mata uangDollar Amerika Serikat dan telah memperoleh Surat Pemberitahuan Efektif Pernyataan Pendaftaran dari Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga Keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan pasar modal;atau
  7. Wajib Pajak yang berafiliasi langsung dengan perusahaan induk di luar negeri, yaitu perusahaan anak (subsidiary company) yang dimiliki dan/atau dikuasai oleh perusahaan induk (parent company) di luar negeri yang mempunyai hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) huruf a dan huruf b Undang-Undang PPh.
Perlakuan Fiskal
Pasal 4 ayat (1) huruf I, keuntungan karena selisih kurs mata uang asing termasuk penghasilan yang menjadi Objek Pajak Penghasilan. Pengenaan pajaknya dikaitkan dengan sistem pembukuan yang dianut oleh Wajib Pajak dengan syarat dilakukan secara taat asas. Oleh karena itu keuntungan selisih kurs yang diperoleh Wajib Pajak badan maupun orang pribadi harus dilaporkan dalam SPT Tahunan Pajak penghasilan.
Pasal 6 ayat (1) huruf e, kerugian karena selisih kurs mata uang asing merupakan unsur pengurang penghasilan bruto. Kerugian selisih kurs mata uang asing akibat fluktuasi kurs, pembebanannya dilakukan berdasarkan pembukuan yang dianut oleh Wajib Pajak dan dilakukan secara taat asas. Apabila Wajib Pajak menggunakan sistem pembukuan berdasarkan :
  1. Kurs tetap, pembebanan selisih kurs dilakukan pada saat terjadinya realisasi perkiraan mata uang asing tersebut.
  2. Kurs tengah Bank Indonesia atau kurs yang sebenarnya berlaku pada akhir tahun, pembebanannya dilakukan pada setiap akhir tahun berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia atau kurs yang sebenarnya berlaku pada akhir tahun.
Kerugian yang terjadi karena selisih kurs, dapat diakui sebagai pengurang penghasilan sepanjang Wajib Pajak tersebut mempunyai sistem pembukuan yang diselenggarakan secara taat asas, sesuai dengan bukti dan keadaan yang sebenarnya, dan dalam rangka kegiatan usahanya atau berkaitan dengan usahanya.
Pada prinsipnya, untuk transaksi dalam negeri maupun luar negeri yang menggunakan mata uang selain Dollar Amerika Serikat, konversi ke mata uang Dollar Amerika Serikat tetap pada saat terjadinya transaksi dengan menggunakan kurs konversi Bank Indonesia. Namun demikian untuk praktisasi, semua biaya operasional dalam Rupiah yang dikeluarkan melalui kas kecil, dapat dikonversi ke mata uang Dollar Amerika Serikat dengan menggunakan kurs konversi Bank Indonesia pada akhir bulan dilakukannya transaksi-transaksi tersebut.
Sebagai contoh misalnya terdapat perusahaan yang bergerak di bidang ekspor impor yang di dalam kegiatan usahanya tersebut terdapat keuntungan karena selisih nilai tukar mata uang asing dengan rupiah. Adapun sistem pembukuan yang dianut adalah bisa menggunakan system kurs historis ataupun sistem kurs tengah Bank Indonesia. Apabila menggunakan semua system kurs tengah maka semua transaksi pengakuan hutang dan piutang atau penambahan asset dan liabilities dicatat dengan menggunakan kurs tengah Bank Indonesia yang berlaku pada tanggal terjadinya transaksi. Pada akhir tahun dilakukan penyesuaian pada pos-pos moneter dengan menggunakan kurs tengah Bank Indonesia yang berlaku pada tanggal laporan (31 Desember). Akibat dari penyesuaian ini maka akan terjadi pengakuan unrealised loss atau gain dari fluktuasi kurs. Nah atas unrealized loss atau gain inilah yang bisa menjadi pengurang penghasilan bruto sebagaimana dimaksud di dalam pasal 6 Undang-Undang Pajak Penghasilan atau malah menjadi objek pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 4.
Referensi:
1. UU PPh nomor 7 tahun 1983 sebagaimana beberapa kali diubah terakhir dengan UU nomor 36 tahun 2008
2. PMK 196/PMK.03/2007
3. SE-03/PJ.31/1997
4. S-90/PJ.312/1996
5. http://hitungpajak.wordpress.com/2009/01/05/perlakuan-fiskalpajak-atas-laba-rugi-selisih-kurs/

1 komentar: