Senin, 03 Maret 2014

Subjek Pajak

Subjek pajak sendiri adalah Orang atau badan atau kesatuan  lainya yang memenuhi persyaratan subjektif.
Menurut pasal 2 UU PPh yang menjadi subjek pajak sendiri yaitu:
  • Orang pribadi
  • warisan yang belum terbagi sebagai 1 kesatuan menggantikan yang berhak
  • badan yaitu sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi PT, perseroan komanditer, perseroan lainya, BUMN atau BUMD dengan nama dan bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi masa, organisasi sospol, atau organisasi lainya, lembaga dan bentuk badan lainya termasuk kontrak investasi kolektif dan BUT. BUMN dan BUMD sendiri merupakan subjek pajak tanpa memperhatikan nama dan bentuknya sehingga setiap unit tertentu dari badan pemerintah misalnya lembaga badan dsb yang dimiliki oleh pempus dan  pemda yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan untuk memperoleh penghasilan merupakan subjek pajak.
  • BUT ( Bentuk Usaha Tetap) yaitu Subjek pajak yang perlakuan pajaknya disamakan dengan badan.
Subjek pajak sendiri menurut UU PPh Pasal 2 dibedakan menjadi 2 yaitu Subjek pajak Dalam Negeri dan subjek pajak luar negeri.
1. Subjek Pajak Dalam Negeri
  •  Orang Pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau orang pribadi yang dalam suaatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
  • Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria yaitu (pembentukanya berdasarkan ketentuan peraturan UU; pembiayaanya bersumber dari APBN/APBD; Penerimaanya dimasukan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau daerah ; dan Pembukuanya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara.
  • warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak. yaitu untuk pemenuhan kewajiban perpajakanya, warisan tersebut menggantikan ahli waris yang berhak. Apabila warisan tersebut telah dibagi, kewajiban perpajakanya beralih pada ahli waris. warisan yang belum terbagi yang ditinggalkan oleh OP sebagai SPLN yang tidak menjalankan usaha dan tidak melakukan kegiatan melalui suatu BUT di Indonesia, tidak di anggap sebagai SP pengganti karena pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh OP dimaksud melekat pada objekya
SP OP DN menjadi WP apabila telah menerima atau memperoleh pernghasilan  yang bersarnya melebihi PTKP yang di tentukan UU PPh. sedangkan SP Badan DN menjadi WP sejak saat didirikan atau berkedudukan di Indonesia.

2.  Subjek Pajak Luar Negeri
  • Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam 12 bulan dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia.
  • OP yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, OP yang berada di Indonesia tidak lebih 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia.
SPLN baik OP maupun Badan sekaligus menjadi WP karena menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia melalui BUT di Indonesia.
Apabila penghasilan diterima atau diperoleh melalui BUT maka terhadap OP atau badan tersebut dikenai pajak melalui BUT. tetapi dalam hal penghasilan tersebut diterima atau diperoleh tanpa melaui BUT maka pengenaan pajaknya dilakukan langsung kepada SPLN tersebut.

BUT sendiri adalah bentuk Usaha yang digunakan orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia , orang pribadi yang bertempat tinggal di indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di indonesia untuk menjalankan atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa : Tempat kedudukan managemen; cabang perusahaan; kantor perwakilan; gedung kantor; pabrik; bengkel; gudang; ruang promosi dan penjualan; pertambangan dan penggalian sumber alam; wilayah kerja dan pertambangan minyak dan gas bumi; perikanan,peternakan, pertanian, perkebunan atau kehutanan; proyek konstruksi;istalasi atau proyek perakitan; pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan; orang atau badan yang bertindak sebagai agen yang kedudukanya tidak bebas; agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung resiko di Indonesia; dan komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.

Mengenai tempat tinggal OP atau tempat kedudukan badan di tetapkan oleh DJP menurut keadaan yang sebenarnya yaitu penentuan tempat tinggal OP atau tempat kedudukan badan penting untuk menetapkan KPP mana yang mempunyai yurisdiksi pemajakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh OP atau Badan tersebut. beberapa hal yang perlu dipertimbangkan DJP dalam menentukan tempat tinggal seseorang atau tempat kedudukan badan tersebut antara lain domisili, alamat tempat tinggal, tempat tinggal keluarga, tempat menjalankan usaha pokok atau hal-hal lain yang perlu dipertimbangkan untuk memudahkan pelaksanaan pemenuhan kewajiban pajak.

Perbedaan penting antara WPDN dan WPLN teletak pada pemenuhan kewajiban pajaknya, antara lain:
  1. WPDN dikenai pajak atas penghasilan yang diterima/diperoleh dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, sedangkan WPLN dikenai pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di Indonesia
  2. WPDN dikenai pajak berdasarkan penghasilan neto dengan tarif umum, sedangkan  WPLN dikenai pajak berdasarkan penghasilan bruto dengan tarif pajak sepadan
  3. WPDN wajib menyampaikan SPT tahunan PPh sebagai sarana untuk menetapkan pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak, sedangkan WPLN tidak wajib menyampaikan SPT PPh karena kewajiban pajaknya dipenuhi melalui pemotongan pajak yang bersifat final.
Untuk WPLN yang menjalankan usaha / melakukan kegiatan melaui BUT di Indonesia, pemenuhan kewajiban perpajakanya disamakan dengan pemenuhan kewajiban pajak WP badan DN sebagaimana diatur dalam UU PPh dan UU KUP.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar